Pages

Saturday, February 23, 2013

hadist

Imam Abu al-Hasan al-Asy’ari Moderat

Tokoh terkemuka Ahlussunnah, imam Abu al-Hasan al-Asy’ari terkenal dgn sikap sangat moderat. Hal itu tercermin dalam penjelasan berikut ini.

Ketika di satu pihak kelompok Mu’tazilah dan Jahmiyyah menafikan sifat2 Allah, dan di pihak lain kaum Hasyawiyyah dan Mujassimah menyifati Allah dgn sifat2 yang serupa dgn sifat makhluk-Nya, maka imam Asy’ari menempuh sikap moderat dgn mengatakan: “Allah disifati dgn sifat2 yg tdk serupa dgn sifat2 makhluk-Nya.”

Ketika Jahm bin Shafwan (pendiri Jahmiyyah) menyatakan bhw seorang hamba tdk dapat mencipta sesuatu dan tdk memiliki kehendak sama sekali, bagai kapas yg ditiup angin kesana kemari. Dan di sisi lain, Mu’tazilah menetapkan bhw seorang hamba dapat menciptakan perbuatannya sekaligus memiliki kehendak untuk melakukan sesuatu. Imam Asy’ari mengambil jalan moderat dgn mengatakan: “Seorang hamba tidak dapat mencipta sesuatu, tapi ia memiliki kehendak untuk melakukan sesuatu (kasb).”

Ketika kaum Hasyawiyyah Musyabbihah bersikukuh dgn pendapat bhw Allah dapat dilihat sebagaimana dilihatnya makhluk, berupa benda dan disifati dgn sifat2 benda. Sedangkan kaum Mu’tazilah, Jahmiyyah dan Najjaariyyah ngotot dgn pemikiran bhw Allah sama sekali tdk akan dapat dilihat. Maka imam Asy’ari menempuh jalan tengah dgn mengatakan: “Kelak di surga, Allah akan dilihat tanpa menyerupai apapun dan siapapun, tanpa bentuk, tanpa tempat, tanpa arah dan tanpa disifati dgn sifat2 makhluk.”

“Allah ada tanpa tempat dan arah. Dia adalah Pencipta segenap tempat dan semua arah, maka Ia tdk membutuhkan tempat dan arah,” demikian ajaran yg dibawa imam Asy’ari sbg sikap moderat yg beliau tempuh ketika merebak dua ajaran menyimpang. Yakni, ajaran “Allah berada di semua tempat tnpa arah dan tanpa menempati sesuatu” yg dipropagandakan golongan Najjaariyyah. Dan ajaran “Allah menempati ‘arsy dan duduk di atasnya” yg dihembuskan oleh kelompok Hasyawiyyah dan Mujassimah.

Kelompok Murji’ah berpendapat bhw seseorang yg sudah menjadi mu’min, maka selamanya ia tetap mu’min dan tdk berpengaruh padanya riddah, kufur ataupun dosa besar. Sedangkan Mu’tazilah secara ekstrim menyatakan bhw seorang pelaku dosa besar, meski ia mu’min dan melakukan ketaatan 100 tahun sekalipun, maka di akhirat ia akan dimasukkan ke dalam neraka dan tdk akan keluar darinya selamanya. Imam Asy’ari bersikap moderat dgn mengatakan: “Seorang mu’min pelaku dosa besar hukumnya tergantung kehendak Allah. Jika Allah berkehendak, dosa mu’min itu Dia ampuni dan langsung dimasukkan ke dalam surga. Dan jika Ia berkehendak, mu’min itu disiksa terlebih dahulu di neraka atas dosa besar yg dilakukan, lalu dimasukkan ke dalam surga.”

Smg bermanfaat

0 comments:

Post a Comment